Kamis, 01 Oktober 2015

Ujian Pertama Para Pengikut Perjalanan Mengarungi Dunia Filsafat Ilmu



      Perjalanan keempat kali ini pada hari Selasa, 29 September 2015 di ruang 305B Gedung Lama Pascasarjana UNY pukul 11.10 – 12.50 WIB bersama Bapak Prof. Marsigit. Perjalanan dimulai dengan hal yang tidak seperti biasa, tidak perlu ada rekaman. Ternyata Ujian pertama perjalanan memasuki dunia filsafat ilmu dilakukan pada hari ini. Ujian pertama bernama Ujian Penempatan.  Ujian yang luar biasa dengan jumlah 50. Pertanyaan-pertanyaan yang sepele memang, tetapi ketika kita tidak menjawab sesuai dengan dunia filsafat itu sudah merupakan kesalahan sendiri bagi kita. Adapaun beberapa contoh soal serta jawabannya, yaitu :
1)      Siapakah namamu?
Jawaban  : Belum tentu Atik Lutfi Ulin Ni’mah
2)      Berapakah umurmu?
Jawaban  : Kurang dari 23 tahun, lebih dari 22 tahun, atau kurang lebih 23 tahun
3)      Apa ini ? (sambil menunjukkan jari telunjuk)?
Jawaban  : Seperti jari
4)      1 + 3 =
Jawaban  : Belum tentu 4
5)      Siapakah yang kamu hormati?
Jawaban  : Wadah, Isi, Subyek, Predikat, Obyek,
6)      Mengapa kamu bangun?
Jawaban  : Karena potensi
7)      Mengapa yang jauh itu dekat?
Jawaban  : Karena relative
       Melihat contoh pertanyaan di atas, memang sepele pertanyaan ujian yang diajukan. Pertanyaan yang tidak asing di dalam kehidupan sehari-hari. Tetapi jika kita belum mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan jawaban yang sudah tertera di atas, berarti pengetahuan atau pemahaman kita mengenai dunia filsafat belum sepenuhnya faham. Dengan hasil ujian yang membuat hati dan fikiran menjadi tak karuan, membuat kita khususnya sadar bahwa ternyata saya memang belum sepenuhnya faham dengan dunia filsafat, masih harus banyak belajar. Ternyata dalam membaca elegi-elegi yang ada saya belum bisa benar-benar ikhlas. Mulai menata niat dan semangat untuk terus membaca, membaca dan membaca.
      Tambahan pengetahuan setelah ujian penempatan selesai dilaksanakan mengenai hidup, potensi, fatal, vital, takdir dan usaha.  Memang benar jika belajar filsafat tidak diperkenankan untuk anak-anak, karena terkadang bahasa yang yang digunakan mencakup hal-hal yang mungkin di dunia anak kurang baik. Contohnya adalah di Bali yaitu agama Hindu yang menganggap bahwa semua zat itu sakral tak terkecuali kentut (kentut mungkin bahasa yang kurang baik untuk didengar. Segala yang ada di hidup ini, semua agama memandang bahwa semua zat yang ada berada di dalam pengaruh kuasa Tuhan. Seperti pada zaman Yunani Kuno, berdasarkan Plotinus yang menganggap bahwa Dunia tercipta dari luberan atau berkah kuasa Tuhan.  
        Berkaitan dengan hidup. Sebenar-benar hidup itu adalah sintesis atau interaksi antara fatal dan vital. Fatal dan vital merupakan bahasa analo di dalam dunia filsafat. Jika di dalam kehidupan nyata, fatal diibaratkan sebagai takdir, pasrah, doa, spiritual. Sedangkan vital digambarkan sebagai ikhtiar, usaha, manusia. Jadi di dalam hidup ini tidak boleh jika kita hanya melaksanakan fatal saja maupun vital saja. Keduanya harus berjalan seimbang. Sesuai dengan pengalaman Bapak Marsigit pada waktu kecil, beliau sudah dianugerahi pengalaman spiritual yang luar biasa (mimpi beliau yang dapat menjadi kenyataan). Begitu juga dengan pengalaman beliau yang diramal akan menjadi profesor nantinya oleh seorang Romo ketika berada di R.S Bethesda. Sang Romo tidak berbicara langsung kepada beliau, tetapi kepada kakak beliau secara bisik-bisik. Karena orang tidak dapat mendahului takdir karena itu merupakan penyakit tidak harmoni terhadap kuasa Tuhan. Sesuatu yang sudah terjadi itu itu pasti namany a takdir, tetapi takdir belum tentu mengenai yang tejadi. Apapun yang terjadi di masa lampau itu adalah kuasa Tuhan. Kita sebagai manusia harus pandai bersyukur, jangan mengumpat-ngumpat masa lalu, memikirkan bagaimana yang harus dilakukan sekarang. Kemudian berbicara mengenai potensi. Potensi itu ada dua macam. Potensi baik dan potensi buruk. Potensi buruk seperti syetan,iblis, neraka, sedangkan potensi baik seperti malaikat, surga.
      Jadi kembali mengenai pernyataan bahwa orang mencari zat Tuhan itu sah-sah saja. Dengan tekhnologi yang semakin canggih itu diperbolehkan. Karena sebenarnya dengan kita memegang kepala, memegang rambut itu sudah merupakan zat Tuhan. Konsep pengertian zat Tuhan sebenarnya adalah sifat-sifat yang terkandung di dalam wadah dan isi. Seperti contoh angka delapan itu merupakan wadah (jika kita ucapkan 1000 kalipun tinggallah wadah), kemudian kita tambah menjadi 8 handphone. Handphone merupakan isi (kita sebut 1000kalipun tetap tinggal ucapan). Kemudian handphone kita sentuh (disebut 1000kalipun tetap merupakan sentuhan). Jadi sebenarnya wadah itu adalah setiap apa yang kita fikirkan, isi adalah setiap yang kita sebutkan. Setiap apa yang kita fikirkanpun dapat menjadi wadah dan isi. Contoh lain adalah nasi. Sejatinya yang dimaksud dengan nasi adalah karbohidrat yang terkandung di dalamnya. Tetapi jika sudah berada di dunia kampung atau dunia nyata, kita sesuaikan dengan ruang dan waktu. Tidak ada yang namanya karbohidrat uduk, karbohidrat kebuli yang ada adalah nasi uduk, nasi kebuli. Jadi sebenar-benar orang cerdas adalah orang yang sopan santun terhadap ruang dan waktu.
      Konsep Tuhan di dalam filsafat adalah Kausa Prima (Sebab Pertama dan Sebab Utama, tidak ada sebab lain di dalam konsep filsafat). Adanya teori-teori seeprti Teori Big Bang, Teori Ledakan yang menyebabkan adanya zat Tuhan itu merupakan euphoria orang-orang berteknologi tinggi yang orang awam tidak memahaminya, tetapi tidak bagi orang yang tahu filsafat. Itu merupakan hal yang biasa aja. Seperti di analogikan oleh orang filsafat mengenai penanaman buah cipir. Buah cipir itu ketika sudah ditanam kemudian disiram maka rentang waktu selama seminggu akan tumbuh tunas. Jika kita berpikir secara lebih dalam mengenai kapan, dimana dan zat apa yang menyebabkan buah cipir itu bertunas maka itu akan menjadi hal yang sangat luar biasa bagi orang awam yang tidak mengetahuinya. Begitu juga dengan fenomena melilitnya buah cipir yang selalu berlawanan dengan arah jarum jam. Jika kita coba membuat lilitan buah cipir itu searah jarum jam maka tidak lama kemudian lilitan buah cipir itu akan kembali berlawanan arah jarum jam sendiri. Itulah potensi. Jika kita dapat mengetahui semuanya secara terperinci dan detail sungguh manusia benar-benar tidak akan bisa memahaminya. Contoh lain dari adanya potensi adalah proses bertemu dengan istri. Itu merupakan sesuatu yang sudah ditakdirkan. Mengenai kapan, di mana dan bagaimana itu merupakan suatu potensi yang apabila kita sambung terus tanpa diputus-putus maka manusia tidak akan tahu.
     Pesan yang disampaikan Bapak Marsigit di akhir perjalanan adalah jangan abai dengan tugas yang sudah diberikan yaitu koment mengenai elegi-elegi yang sudah di posting oleh Bapak. Membaca elegi merupakan salah satu cara belajar yang diterapkan selain belajar formal di dalam kelas. Karena belajar filsafat itu dapat dimanapun, kapanpun dan dengan siapapun. Belajar tidak semata-mata hanya belajar. Harus dengan ikhlas dalam fikiran (difahami) dan ikhlas di dalam hati (niat yang baik). Mulai menata niat kembali untuk rela membaca, rela melakukan apa yang sudah menjadi kewajiban kita. Dan jangan lupa untuk memulai segala sesuatu, mulailah dengan do’a terlebih dahulu.

                 

                 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar