Jumat, 18 September 2015

Perjalanan Kedua Mengarungi Dunia Filsafat Ilmu

Bertemu kembali dengan perjalanan mengarungi dunia filsafat khususnya Filsafat Ilmu. Mengarungi lebih dalam daripada perjalanan kemarin. Untuk pertemuan kali ini, Selasa, 15 September 2015 di ruang 305 B Gedung Lama Pascasarjana UNY, bertemu kembali dengan Bapak Marsigit kita di ajak untuk memfokuskan pikiran dan hati sebelum memulai perjalanan mengarungi dunia filsafat ilmu untuk kedua kalinya. Banyak sekali yang ditemui dalam perjalanan kali ini di antaranya adalah obyek ilmu, tugas filsafat, problem filsafat, prinsip berpikir menurut Immanuel Kant, Filsafat Ilmu, serta pertanyaan-pertanyaan dari para pengikut perjalanan. Sebenarnya apa yang akan kita pelajari dalam perjalanan ini semuanya sudah tertuang di dalam blog Bapak Marsigit baik secara implisit maupun secara eksplisit. Tapi kita sebagai pengikut perjalanan yang masih awam dengan dunia filsafat dengan didampingi beliau, dengan penjelasan-penjelasan beliau akan mempermudah kita, akan lebih cepat membuat kita sedikit demi sedikit lebih faham.
Berawal dari perjalanan membahas objek filsafat. Objek dari filsafat adalah yang ada dan mungkin ada. Yang mungkin ada…?? apa maksudnya…?? Mungkin ada ini dilihat dari sudut pandang bagi siapa dulu. Ada 5 jenis , yaitu :
1)      Ada bagi diriku tapi tidak ada bagi dirimu
2)      Ada bagi dirimu tapi tidak ada bagi diriku
3)      Adaku bisa menjadi mungkin ada bagimu
4)      Adamu bisa menjadi mungkin ada bagiku
5)      Ada untuk diriku dan ada untuk dirimu
Untuk lebih jelasnya, kita perhatikan contoh dialog percakapan berikut :
Bapak Marsigit                        : Ada yang tahu tanggal lahir cucu saya ?
Para peserta perjalanan            : (Geleng-geleng kepala)
Bapak Marsigit                        : Tidak ada yang tahu ?
Para peserta perjalanan            : (Geleng-geleng kepala)
Bapak Marsigit                        : Ada yang ingin tahu ?
Para peserta perjalanan            : (Ada yang tersenyum, ada yang tertawa, ada yang menjawab iya)
Bapak Marsigit                        : Ya…sabar….(sambil tertawa)
Dari dialog percakapan di atas ada beberapa hal yang bisa kita pelajari di antaranya yaitu :
·         Tanggal lahir cucu Bapak Marsigit adalah yang ada dalam diri Bapak Marsigit, tetapi tidak ada dalam diri para peserta perjalanan.
·         Tanggal lahir cucu Bapak Marsigit ini akan menjadi yang mungkin ada bagi para peserta perjalanan.
·    Proses nanti dimana Bapak Marsigit memberitahukan tanggal lahir cucunya kepada para peserta perjalanan, di situlah proses yang mungkin ada menjadi ada bagi para peserta perjalanan. Proses memberitahu merupakan salah satu contoh proses menjadikan yang mungkin ada menjadi ada dari sekian banyak proses lainnya.
Sejatinya inti dari orang belajar filsafat adalah mengadakan yang mungkin ada menjadi ada, entah dengan metode apa saja yang digunakan oleh manusia. Jadi jika ada manusia yang hidup dengan sifat sombong dengan apa yang dia punya, apa yang dia miliki sungguh sebenarnya dia masih kecil, tidak ada apa-apa dibandingkan dengan Tuhan. Kehidupan yang sesungguhnya adalah manusia tidak sempurna. Jika manusia mengetahu semua apa yang ada di dunia ini, maka manusia tidak bisa hidup. Jadi bersyukurlah dengan anugrah yang diberikan oleh Tuhan yaitu keterbatasan yang dimiliki oleh manusia.
Salah satu contoh cara mensyukuri nikmat dari ALLAH SWT secara berfilsafat adalah kita lihat benda-benda di sekitar kita, misalnya handphone. Sehebat apapun handphone, secanggih apapun handphone, jika tidak dipegang oleh manusia, tidak disentuh ataupun tidak jalankan oleh manusia makan tidak akan berfungsi apa-apa. Berbeda dengan manusia, tanpa disentuh, tanpa dipegang, manusia bisa bergerak, bisa melakukan apa yang diinginkan, bisa memahami ilmu dan mempelajarinya. Itulah bukti bahwa manusia yang notabenenya adalah ciptaan ALLAH SWT lebih bagus kualitasnya dibandingkan dengan handphone yang notabenenya adalah ciptaan manusia.  
Secara filsafat pun sebenarnya ada kelembutan Ilmu Tuhan yang tidak kita sadari, seperti contoh, Alat-alat komunikasi ciptaan manusia apabila dayanya sudah habis maka perlu dicharnge dan selama masa proses charnge itu mereka hanya diam. Berbeda dengan manusia, meskipun daya mereka habis, mereka tidak akan mati, diisi dengan sedikit nasi atau sedikit manusia akan membuat mereka hidup lagi (dalam artian bersemangat kembali). Intinya janganlah menyepelakan hal-hal kecil karena tanpa disadari hal-hal kecil tersebut yang mungkin akan berpengaruh pada kehidupan manusia. Sejatinya orang yang tidak suka berfilsafat adalah orang yang tidak tahu. Sehingga terkadang orang yang senang berfilsafat memilih lebih baik dibenci orang daripada dia membenci filsafat.
Berlanjut ke dalam perjalanan kita mengarungi perjalanan dunia filsafat. Perhatika dialog percakapan berikut ini lagi.
Bapak Marsigit                                    : Siapa nama bapakmu?
Salah satu pengikut perjalanan             : Bapak Asio
Bapak Marsigit                                  : Sekarang bapakmu di mana?
Salah satu pengikut perjalanan            : Di Bangka
Bapak Marsigit                                   : Misal kamu berjabat tangan dengan bapak kamu, 
                                                            bapak kamu yang  mana?
Salah satu pengikut perjalanan            : Yang saya pegang tangannya
Bapak Marsigit                                    : Yang kamu pegang itu bapak kamu?
Salah satu pengikut perjalanan            : Ehm….(merasa bingung dan ragu)…iya
Bapak Marsigit                                    : Yakin…yang kamu pegang itu bapak kamu ? bukan                                                               tangan bapak kamu? Terus bapak kamu yang mana?
Salah satu pengikut perjalanan            : ????
Dialog percakapan di atas merupakan salah satu bentuk kecerobohan, ketidaktelitian manusia dan menjadi kelemahan manusia. Tapi ya memang itulah hidup. Tangan, rambut ataupun badan ataupun yang disebut dari seseorang itu merupakan wadah, sedangkan bagian yang disentuh itu merupakan bagian atau isi. Di dalam filsafat kita ada yang namanya wadah dalam wadah, wadah dalam isi, isi dalam isi dan isi dalam wadah. Kembali lagi pada dialog percakapan di atas, maka yang mampu menjawabnya adalah dengan filsafat. Jadi di mana Bapak Asio sebenarnya. Bapak Asio ada di hati dan fikiran salah satu pengikut perjalanan itu. Karena pada saat itu yang tahu Bapak Asio yang mana hanya dia sendiri yang tahu. Pada saat itu, hanya dia yang mampu menjelaskan bapak Asio seperti apa dan bagaimana. Namun sejatinya, dia sendiri pun belum sepenuhnya mampu menjelaskan semuanya. Karena pada hakikatnya semua yang mungkin ada itu 1 dari semilyar dipangkat semilyar pun masih belum cukup untuk menyebutkan karakter dan sifat-sifat yang ada pada diri Bapak Asio, hanya yang pokok-pokok saja. Jadi dengan hati dan pikiranlah kita menjadikan yang mungkin ada menjadi ada. Begitulah yang namanya proses belajar. Karena sejatinya hidup itu berusaha, kita sebagai manusia hanya bisa menuju ketuntasan (kesempurnaan) walaupun tidak sepenuhnya sempurna.
Berlanjut menuju perjalanan menuju problem-problem filsafat. Hanya ada 2 macam problem filsafat, yaitu :
1)      Jika yang engkau fikirkan berada di luar fikiranmu maka hal yang harus dilakukan bagaimana kamu mengerti
2)      Jika yang engkau fikirkan berada di dalam fikiranmu maka hal yang harus dilakukan bagaimana kamu dapat menjelaskan.
Karena itulah sebenar-benarnya hidupmu tidak pernah sama dengan namamu. Maksudnya kita contohkan dengan nama saya sebagai mahasiswa pascasarjana yaitu Atik Lutfi Ulin Ni’mah, S.Pd.Si. Berbeda dengan nama dulu yang hanya Atik Lutfi Ulin Ni’mah. Contoh realnya lagi, sekarang saya berada dalam kondisi lapar dan haus, maka nama saya seharusnya bukan hanya Atik Lutfi Ulin Ni’mah tetapi Atik Lutfi Ulin Ni’mah yang berada dalam kondisi lapar dan haus. Jika kita terus telusuri dari saya lahir hingga detik ini, maka memang menar jika sebenar-benarnya hidupku tidak sama dengan namaku. Tak akan mampu menjelaskan.
Beralih dengan perjalanan Prinsip Berfikir Manusia yang dikemukakan oleh Immanuel Kant, ada 2, yaitu:
1)      Prinsip Kontradiksi
Inti dari prinsip ini adalah bahwa subjek tidak akan pernah sama dengan predikat. Contohnya adalah rambut hitam. Rambut merupakan subjek dan hitam merupakan predikat. Sampai kiamatpun tidak akan sama antara rambut dan hitam. Jika dianalogikan dalam kehidupan, rambut adalah wadah dan hitam adalah isi Sebenar-benarnya hidup adalah interaksi antara wadah dan isi.
2)      Hukum Identitas
Secara matematika maka a = a. Namun secara filsafat berbeda, a ≠ a. Karena ada a1 dan a2. a1 dapat diibaratkan musim kemarau dan lebih dulu diucapkan , sedangkan a2 dapat diibaratkan musim hujan dan lebih belakang ketika diucapkan. Ada ruang dan waktu yang berbeda. Jadi belajar secara filsafat hanya tergantung pada ruang dan waktu.
Immanuel Kant merupakan tokoh yang sangat disanjung karena beliau berhasil mendamaikan antara Plato dan Aristoteles. Secara kasarnya, untuk Plato menganggap bahwa sesuatu yang tidak ada persis di samping kita, atau sesuatu yang tidak terlihat itu tetap ada. Berbeda dengan Aristoteles yang menganggap bahwa sesuatu yang ada itu sesuatu yang ada di depan kita, di samping kita, bisa dilihat, dipegang, disentuh. Plato memiliki anak buah Renedecartes yang mengeluarkan teori Rasionalisme, sedangkan Aristoteles juga mempunyai anak buat Devidio yang mengeluarkan tori Empirisme. Dua hal yang berbeda tetapi oleh Immanuel Kant didamaikan dengan teori bahwa sebenar-benarnya ilmu adalah sintetik apriori.
·         Sintetik merupakan hukum sebab akibat oleh Aristoteles
·         Apriori merupakan logika atau fikiran yang dikeluarkan oleh Plato.
Berawal dari pengalaman yang ada kemudian difikirkan, Fikiran yang ada diterapkan, diwujudkan dalam tesis, karena sebenar-benarnya tesis adalah ilmu, ilmu dipelajari melalui referensi, referensi dicari dengan fikiran, fikiran menggunakan data empiris, data empiris diterangkan dan dijelaskan menjadi referensi. Begitulah hakikatnya secara epistomologis Filsafat llmu.
Secara filsafat, matematika dibagi menjadi tiga, yaitu :
1)      Aritmetik
Menggambarkan tentang waktu.
2)      Geometri
Menggambarkan tentang ruang.
3)      Interaksi, gabungan atau variasinya.
Cara mempelajari filsafat berbeda dengan cara mempelajari matematika. Jika matematika mebuat yang tidak jelas menjadi jelas, filsafat sebaliknya membuat yang jelas menjadi tidak jelas. Tapi ya memeng begitulah filsafat, semakin kita pusing, berarti kita semakin berpikir, semakin kita berpikir maka kita semakin hidup. Pembelajaran matematika anak kecil dan matematika orang dewasa pun berbeda. Jika matematika anak kecil lebih cocok menggunakan teori Aristoteles (harus nyata), sedangkan matematika orang dewasa dapat menggunakan teori Plato (abstrak).  Masalah yang sering terjadi adalah guru yang tidak faham bagaimana cara mendidik anak. Itulah sebenar-benarnya musuh filsafat. Dan itulah yang menyebabkan rusknya dunia karena orang-orang yang tidak faham dan hanya karena motif ekonomi.
Ada 2 pertanyaan yang diajukan oleh pengikut perjalanan yang dijawab oleh Bapak Marsigit.
1.      Pertanyaan mengenai lupa. Jika filsafat itu membuat yang mungkin ada menjadi ada maka bagaimana dengan lupa, bukannya itu berarti membuat yang ada menjadi tidak ada?
Inti jawaban Bapak Marsigit :
Bersyukurlah dengan sifat lupa yang diberikan kepada kita. Karena jika kita mempelajari yang ada dan mungkin ada di dunia ini tidak akan pernah selesai. 1000 cara dapat kita lakukan untuk mempelajari di antaranya penglihatan, pendengaran, sentuhan, membaca dan masih banyak lagi. Lupa merupakan salah satu bentuk keterbatasan manusia. Dan memang begitulah sebenar-benar hidup.
2.      Dari pembelajaran filsafat kemarin disebutkan bahwa dalam filsafat yang salah itu juga benar. Apakah mungkin dalam filsafat yang mungkin itu menjadi benar ataukah dalam filsafat itu benar semua. Kemudian apakah definisi salah menurut filsafat?
Inti Jawaban Bapak Marsigit:
Salah dan benar itu bukan merupakan istilah filsafat, itu adalah istilah psikologi, istilah orang awam, dan lebih banternya istilah orang pendidikan. Istilah dalam filsafat lebih naik lagi yaitu spiritual antara ikhlas dan tidak ikhlas. Ikhlas dapat digambarkan dengan benar dan tidak ikhlas dapat digambarkan dengan salah. Intinya dalam filsafat benar itu jika sesuai dengan ruang dan waktu. Dan salah itu jika tidak sesuai dengan ruang dan waktu.
Berakhir sudah perjalanan kita pada perjalanan kali ini. Berbagai pelajaran dapat kita ambil hari ini, diantaranya :
1)      Jangan bersifat sombong, karena pada hakekatnya ada semilyar dipangkat semilyar pun masih tidak cukup untuk menyebutkan apa yang mungkin ada.
2)      Jangan bersifat sombong juga karena tak semua apa yang ada pada diri kita, ada juga pada orang lain. Begitu juga apa yang ada pada orang lain ada pada diri kita.
3)      Selalu bersyukur dengan segala nikmat ALLAH SWT seperti adanya sifat lupa yang kita punya.
4)      Memang benar tidak ada manusia yang sempurna. Karena jika manusia itu sempurna maka sejatinya manusia itu tidak hidup. Dengan ketidaksempurnaannya, manusia akan terus berusaha, berfikir, berikhtiar dan berdoa.
5)      Tak ada yang salah dan benar dalam dunia ini yang ada hanyalah tergantung pada ruang dan waktunya.
Semangat Menuju Perjalanan Mengarungi Dunia Filsafat Edisi Ketiga…^_^

3 komentar: