Bertemu
kembali dengan perjalanan mengarungi dunia filsafat khususnya Filsafat Ilmu.
Mengarungi lebih dalam daripada perjalanan kemarin. Untuk pertemuan kali ini,
Selasa, 15 September 2015 di ruang 305 B Gedung Lama Pascasarjana UNY, bertemu
kembali dengan Bapak Marsigit kita di ajak untuk memfokuskan pikiran dan hati
sebelum memulai perjalanan mengarungi dunia filsafat ilmu untuk kedua kalinya. Banyak
sekali yang ditemui dalam perjalanan kali ini di antaranya adalah obyek ilmu,
tugas filsafat, problem filsafat, prinsip berpikir menurut Immanuel Kant,
Filsafat Ilmu, serta pertanyaan-pertanyaan dari para pengikut perjalanan.
Sebenarnya apa yang akan kita pelajari dalam perjalanan ini semuanya sudah
tertuang di dalam blog Bapak Marsigit baik secara implisit maupun secara
eksplisit. Tapi kita sebagai pengikut perjalanan yang masih awam dengan dunia
filsafat dengan didampingi beliau, dengan penjelasan-penjelasan beliau akan
mempermudah kita, akan lebih cepat membuat kita sedikit demi sedikit lebih
faham.
Berawal
dari perjalanan membahas objek filsafat. Objek dari filsafat adalah yang ada
dan mungkin ada. Yang mungkin ada…?? apa maksudnya…?? Mungkin ada ini dilihat
dari sudut pandang bagi siapa dulu. Ada 5 jenis , yaitu :
1)
Ada bagi diriku tapi tidak ada bagi
dirimu
2)
Ada bagi dirimu tapi tidak ada bagi
diriku
3)
Adaku bisa menjadi mungkin ada bagimu
4)
Adamu bisa menjadi mungkin ada bagiku
5)
Ada untuk diriku dan ada untuk dirimu
Untuk
lebih jelasnya, kita perhatikan contoh dialog percakapan berikut :
Bapak
Marsigit : Ada yang tahu tanggal lahir cucu
saya ?
Para
peserta perjalanan : (Geleng-geleng
kepala)
Bapak
Marsigit : Tidak
ada yang tahu ?
Para
peserta perjalanan : (Geleng-geleng
kepala)
Bapak
Marsigit : Ada yang
ingin tahu ?
Para
peserta perjalanan : (Ada yang
tersenyum, ada yang tertawa, ada yang menjawab iya)
Bapak
Marsigit : Ya…sabar….(sambil tertawa)
Dari
dialog percakapan di atas ada beberapa hal yang bisa kita pelajari di antaranya
yaitu :
·
Tanggal lahir cucu Bapak Marsigit adalah
yang ada dalam diri Bapak Marsigit, tetapi tidak ada dalam diri para peserta
perjalanan.
·
Tanggal lahir cucu Bapak Marsigit ini
akan menjadi yang mungkin ada bagi para peserta perjalanan.
· Proses nanti dimana Bapak Marsigit
memberitahukan tanggal lahir cucunya kepada para peserta perjalanan, di situlah
proses yang mungkin ada menjadi ada bagi para peserta perjalanan. Proses
memberitahu merupakan salah satu contoh proses menjadikan yang mungkin ada
menjadi ada dari sekian banyak proses lainnya.
Sejatinya
inti dari orang belajar filsafat adalah mengadakan yang mungkin ada menjadi
ada, entah dengan metode apa saja yang digunakan oleh manusia. Jadi jika ada
manusia yang hidup dengan sifat sombong dengan apa yang dia punya, apa yang dia
miliki sungguh sebenarnya dia masih kecil, tidak ada apa-apa dibandingkan
dengan Tuhan. Kehidupan yang sesungguhnya adalah manusia tidak sempurna. Jika
manusia mengetahu semua apa yang ada di dunia ini, maka manusia tidak bisa
hidup. Jadi bersyukurlah dengan anugrah yang diberikan oleh Tuhan yaitu
keterbatasan yang dimiliki oleh manusia.
Salah
satu contoh cara mensyukuri nikmat dari ALLAH SWT secara berfilsafat adalah
kita lihat benda-benda di sekitar kita, misalnya handphone. Sehebat apapun
handphone, secanggih apapun handphone, jika tidak dipegang oleh manusia, tidak
disentuh ataupun tidak jalankan oleh manusia makan tidak akan berfungsi
apa-apa. Berbeda dengan manusia, tanpa disentuh, tanpa dipegang, manusia bisa
bergerak, bisa melakukan apa yang diinginkan, bisa memahami ilmu dan
mempelajarinya. Itulah bukti bahwa manusia yang notabenenya adalah ciptaan
ALLAH SWT lebih bagus kualitasnya dibandingkan dengan handphone yang
notabenenya adalah ciptaan manusia.
Secara
filsafat pun sebenarnya ada kelembutan Ilmu Tuhan yang tidak kita sadari,
seperti contoh, Alat-alat komunikasi ciptaan manusia apabila dayanya sudah
habis maka perlu dicharnge dan selama masa proses charnge itu mereka hanya
diam. Berbeda dengan manusia, meskipun daya mereka habis, mereka tidak akan
mati, diisi dengan sedikit nasi atau sedikit manusia akan membuat mereka hidup
lagi (dalam artian bersemangat kembali). Intinya janganlah menyepelakan hal-hal
kecil karena tanpa disadari hal-hal kecil tersebut yang mungkin akan
berpengaruh pada kehidupan manusia. Sejatinya orang yang tidak suka berfilsafat
adalah orang yang tidak tahu. Sehingga terkadang orang yang senang berfilsafat
memilih lebih baik dibenci orang daripada dia membenci filsafat.
Berlanjut
ke dalam perjalanan kita mengarungi perjalanan dunia filsafat. Perhatika dialog
percakapan berikut ini lagi.
Bapak
Marsigit :
Siapa nama bapakmu?
Salah
satu pengikut perjalanan :
Bapak Asio
Bapak
Marsigit :
Sekarang bapakmu di mana?
Salah
satu pengikut perjalanan : Di
Bangka
Bapak
Marsigit : Misal kamu berjabat tangan dengan bapak kamu,
bapak kamu yang mana?
Salah
satu pengikut perjalanan : Yang
saya pegang tangannya
Bapak
Marsigit : Yang kamu pegang itu bapak kamu?
Salah
satu pengikut perjalanan : Ehm….(merasa
bingung dan ragu)…iya
Bapak
Marsigit :
Yakin…yang kamu pegang itu bapak kamu ? bukan tangan bapak kamu? Terus bapak kamu yang
mana?
Salah
satu pengikut perjalanan : ????
Dialog
percakapan di atas merupakan salah satu bentuk kecerobohan, ketidaktelitian
manusia dan menjadi kelemahan manusia. Tapi ya memang itulah hidup. Tangan,
rambut ataupun badan ataupun yang disebut dari seseorang itu merupakan wadah,
sedangkan bagian yang disentuh itu merupakan bagian atau isi. Di dalam filsafat
kita ada yang namanya wadah dalam wadah, wadah dalam isi, isi dalam isi dan isi
dalam wadah. Kembali lagi pada dialog percakapan di atas, maka yang mampu
menjawabnya adalah dengan filsafat. Jadi di mana Bapak Asio sebenarnya. Bapak
Asio ada di hati dan fikiran salah satu pengikut perjalanan itu. Karena pada
saat itu yang tahu Bapak Asio yang mana hanya dia sendiri yang tahu. Pada saat
itu, hanya dia yang mampu menjelaskan bapak Asio seperti apa dan bagaimana.
Namun sejatinya, dia sendiri pun belum sepenuhnya mampu menjelaskan semuanya.
Karena pada hakikatnya semua yang mungkin ada itu 1 dari semilyar dipangkat
semilyar pun masih belum cukup untuk menyebutkan karakter dan sifat-sifat yang
ada pada diri Bapak Asio, hanya yang pokok-pokok saja. Jadi dengan hati dan
pikiranlah kita menjadikan yang mungkin ada menjadi ada. Begitulah yang namanya
proses belajar. Karena sejatinya hidup itu berusaha, kita sebagai manusia hanya
bisa menuju ketuntasan (kesempurnaan) walaupun tidak sepenuhnya sempurna.
Berlanjut
menuju perjalanan menuju problem-problem filsafat. Hanya ada 2 macam problem
filsafat, yaitu :
1)
Jika yang engkau fikirkan berada di luar
fikiranmu maka hal yang harus dilakukan bagaimana kamu mengerti
2)
Jika yang engkau fikirkan berada di
dalam fikiranmu maka hal yang harus dilakukan bagaimana kamu dapat menjelaskan.
Karena
itulah sebenar-benarnya hidupmu tidak pernah sama dengan namamu. Maksudnya kita
contohkan dengan nama saya sebagai mahasiswa pascasarjana yaitu Atik Lutfi Ulin
Ni’mah, S.Pd.Si. Berbeda dengan nama dulu yang hanya Atik Lutfi Ulin Ni’mah.
Contoh realnya lagi, sekarang saya berada dalam kondisi lapar dan haus, maka
nama saya seharusnya bukan hanya Atik Lutfi Ulin Ni’mah tetapi Atik Lutfi Ulin
Ni’mah yang berada dalam kondisi lapar dan haus. Jika kita terus telusuri dari
saya lahir hingga detik ini, maka memang menar jika sebenar-benarnya hidupku
tidak sama dengan namaku. Tak akan mampu menjelaskan.
Beralih
dengan perjalanan Prinsip Berfikir Manusia yang dikemukakan oleh Immanuel Kant,
ada 2, yaitu:
1)
Prinsip Kontradiksi
Inti
dari prinsip ini adalah bahwa subjek tidak akan pernah sama dengan predikat.
Contohnya adalah rambut hitam. Rambut merupakan subjek dan hitam merupakan
predikat. Sampai kiamatpun tidak akan sama antara rambut dan hitam. Jika
dianalogikan dalam kehidupan, rambut adalah wadah dan hitam adalah isi
Sebenar-benarnya hidup adalah interaksi antara wadah dan isi.
2)
Hukum Identitas
Secara
matematika maka a = a. Namun secara filsafat berbeda, a ≠ a. Karena ada a1 dan
a2. a1 dapat diibaratkan musim kemarau dan lebih dulu diucapkan , sedangkan a2
dapat diibaratkan musim hujan dan lebih belakang ketika diucapkan. Ada ruang
dan waktu yang berbeda. Jadi belajar secara filsafat hanya tergantung pada
ruang dan waktu.
Immanuel
Kant merupakan tokoh yang sangat disanjung karena beliau berhasil mendamaikan
antara Plato dan Aristoteles. Secara kasarnya, untuk Plato menganggap bahwa
sesuatu yang tidak ada persis di samping kita, atau sesuatu yang tidak terlihat
itu tetap ada. Berbeda dengan Aristoteles yang menganggap bahwa sesuatu yang
ada itu sesuatu yang ada di depan kita, di samping kita, bisa dilihat,
dipegang, disentuh. Plato memiliki anak buah Renedecartes yang mengeluarkan
teori Rasionalisme, sedangkan Aristoteles juga mempunyai anak buat Devidio yang
mengeluarkan tori Empirisme. Dua hal yang berbeda tetapi oleh Immanuel Kant
didamaikan dengan teori bahwa sebenar-benarnya ilmu adalah sintetik apriori.
·
Sintetik merupakan hukum sebab akibat
oleh Aristoteles
·
Apriori merupakan logika atau fikiran
yang dikeluarkan oleh Plato.
Berawal
dari pengalaman yang ada kemudian difikirkan, Fikiran yang ada diterapkan,
diwujudkan dalam tesis, karena sebenar-benarnya tesis adalah ilmu, ilmu
dipelajari melalui referensi, referensi dicari dengan fikiran, fikiran
menggunakan data empiris, data empiris diterangkan dan dijelaskan menjadi
referensi. Begitulah hakikatnya secara epistomologis Filsafat llmu.
Secara
filsafat, matematika dibagi menjadi tiga, yaitu :
1)
Aritmetik
Menggambarkan
tentang waktu.
2)
Geometri
Menggambarkan
tentang ruang.
3)
Interaksi, gabungan atau variasinya.
Cara
mempelajari filsafat berbeda dengan cara mempelajari matematika. Jika
matematika mebuat yang tidak jelas menjadi jelas, filsafat sebaliknya membuat
yang jelas menjadi tidak jelas. Tapi ya memeng begitulah filsafat, semakin kita
pusing, berarti kita semakin berpikir, semakin kita berpikir maka kita semakin
hidup. Pembelajaran matematika anak kecil dan matematika orang dewasa pun
berbeda. Jika matematika anak kecil lebih cocok menggunakan teori Aristoteles (harus
nyata), sedangkan matematika orang dewasa dapat menggunakan teori Plato (abstrak).
Masalah yang sering terjadi adalah guru
yang tidak faham bagaimana cara mendidik anak. Itulah sebenar-benarnya musuh
filsafat. Dan itulah yang menyebabkan rusknya dunia karena orang-orang yang
tidak faham dan hanya karena motif ekonomi.
Ada
2 pertanyaan yang diajukan oleh pengikut perjalanan yang dijawab oleh Bapak
Marsigit.
1.
Pertanyaan mengenai lupa. Jika filsafat
itu membuat yang mungkin ada menjadi ada maka bagaimana dengan lupa, bukannya
itu berarti membuat yang ada menjadi tidak ada?
Inti
jawaban Bapak Marsigit :
Bersyukurlah
dengan sifat lupa yang diberikan kepada kita. Karena jika kita mempelajari yang
ada dan mungkin ada di dunia ini tidak akan pernah selesai. 1000 cara dapat
kita lakukan untuk mempelajari di antaranya penglihatan, pendengaran, sentuhan,
membaca dan masih banyak lagi. Lupa merupakan salah satu bentuk keterbatasan
manusia. Dan memang begitulah sebenar-benar hidup.
2.
Dari pembelajaran filsafat kemarin
disebutkan bahwa dalam filsafat yang salah itu juga benar. Apakah mungkin dalam
filsafat yang mungkin itu menjadi benar ataukah dalam filsafat itu benar semua.
Kemudian apakah definisi salah menurut filsafat?
Inti
Jawaban Bapak Marsigit:
Salah
dan benar itu bukan merupakan istilah filsafat, itu adalah istilah psikologi,
istilah orang awam, dan lebih banternya istilah orang pendidikan. Istilah dalam
filsafat lebih naik lagi yaitu spiritual antara ikhlas dan tidak ikhlas. Ikhlas
dapat digambarkan dengan benar dan tidak ikhlas dapat digambarkan dengan salah.
Intinya dalam filsafat benar itu jika sesuai dengan ruang dan waktu. Dan salah
itu jika tidak sesuai dengan ruang dan waktu.
Berakhir
sudah perjalanan kita pada perjalanan kali ini. Berbagai pelajaran dapat kita
ambil hari ini, diantaranya :
1)
Jangan bersifat sombong, karena pada
hakekatnya ada semilyar dipangkat semilyar pun masih tidak cukup untuk
menyebutkan apa yang mungkin ada.
2)
Jangan bersifat sombong juga karena tak
semua apa yang ada pada diri kita, ada juga pada orang lain. Begitu juga apa
yang ada pada orang lain ada pada diri kita.
3)
Selalu bersyukur dengan segala nikmat
ALLAH SWT seperti adanya sifat lupa yang kita punya.
4)
Memang benar tidak ada manusia yang
sempurna. Karena jika manusia itu sempurna maka sejatinya manusia itu tidak
hidup. Dengan ketidaksempurnaannya, manusia akan terus berusaha, berfikir,
berikhtiar dan berdoa.
5)
Tak ada yang salah dan benar dalam dunia
ini yang ada hanyalah tergantung pada ruang dan waktunya.
Semangat
Menuju Perjalanan Mengarungi Dunia Filsafat Edisi Ketiga…^_^
Good reflection
BalasHapusGood reflection
BalasHapusTerima kasih Bapak...
BalasHapus