Jumat, 20 November 2015

Dari Soal, Menuju Spiritual Hingga Mencapai Khayalan di Luar Batas

    Perkuliahan Filsafat Ilmu pada hari Selasa, 17 November 2015 pukul 11.10 – 12.50 WIB di ruang 305B Gedung Lama Pasca Sarjana Universitas Negeri Yogyakarta diawali dengan test jawab singkat kemudian dilanjutkan dengan tanya jawab antara para pengikut perjalanan dunia  Filsafat Ilmu dengan pemimpin perjalanan yaitu Bapak Prof. Marsigit. Adapun berbagai pertanyaan yang dapat saya refleksikan, yaitu:
1.      Apakah soal-soal dari test jawab singkat Filsafat merupakan soal open-ended? (Nur Afni)
Adanya soal-soal yang diberikan sebenarnya memiliki beberapa fungsi, diantaranya :
a.       Mengadakan yang mungkin ada
b.      Memikirkan yang belum terpikirkan
c.       Introspeksi apakah seseorang sudah benar-benar memahami atau belum
Untuk dapat menjawab soal-soal tersebut maka diperlukan berbagai sudut pandang (tidak hanya terbatas pada satu sudut pandang saja). Karena pada hakekatnya manusia itu multifaset (saling melakukan interaksi) sehingga mendapatkan banyak pengalaman dengan berbagai sudut pandang yang ada. Jawaban dari soal-soal yang telah dibuat bersifat Hikon (mewakili dunianya) sehingga hanya para Dewa yang mampu menjawab dengan baik dan benar semuanya. Sebenarnya hakekat Dewa terdapat pada beda umur, beda pengalaman, beda dimensi. Seseorang yang dari tidak tahu menjadi tahupun sebenarnya dia sudah termasuk menjadi dewa bagi dirinya sendiri. Namun kenyataan yang sering terjadi saat ini adalah kebanyakan orang terhantui oleh mitos karena mereka tidak faham. Untuk itulah manusia dituntut untuk terus berfikir agar tidak terjebak pada ruang dan waktu yang gelap sehingga akan terjebak mitos. Agar dapat menembus ruang dan waktu sesuai komunitasnya maka yang harus dilakukan oleh seorang dewa adalah melepas baju kedewaannya agar tidak menakut-nakuti atau menimbulkan kehancuran. Seperti contohnya Bapak Presden Jokowi yang ingin bertemu dengan sang Dewa yaitu Obama maka beliau harus memakai jas dan dasi jika hanya menggunakan batik maka beliau hanya akan dianggap sebagai kaum Tribal. Karena pada kenyataanya batik belum bisa menjadi universal value (sesuatu yang dipegang powernow). Dalam artian batik belum bisa menembus dunia internasional (dunia powernow), masih sebatas dunia lokal. Untuk menjadi universal value maka diperlukan proses dan perjuangan yang lama. Seperti halnya Fenomena Comte yang tidak bisa dihindari oleh manusia yaitu tidak semudah itu untuk mengharamkan atau menghilangkan rokok di dunia ini karena ada para petani tembakau yang menggantungkan hidupnya dari tanaman tembakau. Kemudian di negara powernow akan sulit untuk menghilangkan senjata karena di sana terdapat pabrik senjata (senjata dapat digunakan untuk aksesoris, hadiah, mempertahankan diri). Kembali lagi kepada soal-soal filsafat. Soal-soal filsafat itu sebenarnya adalah soal yang berstruktur. Terdapat 1001 jawaban tetapi harus terplih (reduksi) agar manusia dapat memahaminya.
2.      Apakah batasan seseorang dapat dikatakan sebagai sufi? (Atik Lutfi Ulin Ni’mah) bar
Berbicara mengenai sufi maka kita berbicara pada tingkat spiritual. Seorang sufi itu sebenarnya mencoba mencarimetode berdoa yang disesuaikan dan dikembalikan secara otentik sesuai dengan yang dilakukan. Seperti contohnya bagaimana kita menyakini, bagaimana kita menghormati para Nabi yang kita yakini sesuai ajaran kita masing-masing yang pada kenyataannya para Nabi tersebut sudah meninggal. Jika hanya sekedar hormat saja itu baru pada tahapan adab untuk berdo’a. Sesuai dengan cerita para sahabat pada zaman dahulu. Pada zaman dahulu ketika para sahabat sedang berkumpul dengan para Nabi, ada salah satu sahabat yang berkata kepada Nabi, “ Saya ingin mengetahui sebenar-bear dirimu, saya ingin mengetahui sebenar-benar wajahmu, Wahai Rosululloh”. Rosululloh pun menjawab, “Tengoklah pada telinga putriku, Fatimah”. Semua sahabat pun menengok dan melihat pada telinga Fatimah, yang mereka temukan hanya gelap, gelap dan gelap. Namun ada salah satu sahabat Rosul yaitu Abu Bakar Ash Shiddiq yang tidak ikut menengok pada telinga Fatimah. Rosululloh pun menanyainya. Abu Bakar pun menjawab bahwa dia tidak perlu menengok dan melihat pada telinga Fatimah, setiap hari ketika tidur, akan tidur, mau makan dan dalam keadaan apapun maka dia akan melihat wajah Rosululloh sedang, akan dan selalu.
Rosululloh merupakan murid Malaikat Jibril dan Malaikat Jibril adalah utusan Tuhan. Dari Tuhan mengalirlah sinar-sinar yang diyakini oleh para ulama sehingga lahirlah Ahlu Sunnah Waljama’ah. Seperti ibaratnya jika kita ingin mempunyai energi listrik maka kita tidak perlu datang kepada pembangkit listrik, tidak perlu melihat matahari secara langsung, cukup kita mencolokkan ke stop kontak yang ada. Itulah peran para sufi, para ulama sebagai pembawa wasilah (guru spiritual yang sifatnya tersembunyi). Dunia dan akherat memiliki guru masing-masing untuk menertibkan, membetulkan dan menyakinkan para manusia. Jadi janganlah berlaku sombong, mencoba untuk introspeksi diri, berusaha dekat dengan sufi. dengan para ulama agar kita menjadi orang yang beruntung. Dalam keadaan apapun berusahalah untuk memohon ampun dan menyebut nama Tuhan karena itulah setinggi-tinggi spiritual yang dapat dilakukan oleh seorang hamba.
3.      Bagaimanakah tanggapan filsafat mengenai khayalan manusia yang melampau batas kuasa Tuhan? (Tri Rahma Silviani)
Intinya kendalikan dengan Iman dan Taqwa. Berkaca pada Fenomena Comte,  seperti contohnya memiliki HP baru sehingga menyebabkan lupa waktu ehinggatidak khusyuk di dalam ibadah. Itulah hakekatnya hidup, jika diekstensikan atau dikembangkan merupakan campuran antara hal positif dan hal negatif. Jika dinaikkan secara spiritual maka seseorang tidak akan masuk surge karena masih adanya unsure neraka. Maka itulah jika filsafat dikaitkan dengan Tuhan itu sebenarnya tidak boleh (harus beristighfar dan memohon ampun). Maksudnya adalah apabila kita mempertanyakan apakah Tuhan mampu menciptakan batu besar dimana Tuhan tidak akan mampu untuk mengangkatnya. Menghadapi pertanyaan seperti itu maka dihentikan saja jangan diteruskan karena manusia tidak ada yang sempurna. Seperti yang telah dikemukakan oleh Immanuel Kant bahwa dunia adalah tidak ada awalan. Jika dilihat secara sistematik maka dunia itu ada awal, secara  Filsafat menganggap dunia tidak ada awalan Secara keyakinan, dunia itu berawalan dan berakhiran namun hanya Tuhan yang mampu mengawali dan mengakhiri. Sedangkan jika dilihat dari fikiran manusia dunia tidak berakhir namun ada akhir. Yang terpenting adalah adanya keimanan pada diri manusia.

     Berkaitan dengan Fenomena Comte, Fenomena Comte adalah mementingkan dunia pada saat itu juga, yang diperlukan untuk meningkatkan dimensi tetapi mempunyai banyak resiko. Untuk itulah diperlukan berbagai macam dialog, berbagai macam refleksi, berbagai macam pengalaman untuk meningkatkan spiritual. Pesan dari Bapak Prof. Marsigit adalah untuk meningkatkan kualitas komen.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar